Pesantren dan Tantangannya pada Era Digital

Wali Asrama yang berjaga di depan kamar santri baru tengah merespon pesan yang masuk dari wali santri (Foto: Condong Online)

Penulis: Fazrian Noor Romadhon*

CONDONG-ONLINE.COM – Dahulu, ketika saya menjabat pada posisi Central Information Department Organisasi Santri Pesantren Condong (CID OSPC), internet belum berkembang pesat seperti saat ini. Informasi terkini yang diperoleh santri hanya berasal dari lembar surat kabar yang digantung di majalah dinding (mading).  Setiap hari, saya harus menyortir lembar surat kabar yang akan digantung, termasuk memilah dan memilih informasi apa yang harus diketahui oleh santri. Dari banyaknya surat kabar langganan pesantren, mungkin hanya empat hingga lima lembar surat kabar yang digantung.  

Khusus setiap akhir pekan, saya biasanya membuat kliping tulisan menarik tentang hal-hal unik, temuan sains terbaru, dan hal menarik lainnya yang tidak diperoleh dari surat kabar. Setiap Kamis sore, saya mulai mencari tulisan-tulisan menarik dari berbagai sumber terpercaya di internet. Waktu itu, internet belum sepesat saat ini. Perlu perjuangan menunggu koneksi internet, juga kemampuan cermat dalam memilah dan memilih berita di internet, karena belum ada piranti pemindai berita hoaks.

Santri mengakses informasi lewat mading (Foto: Condong Online)

Hasilnya, baik melalui surat kabar yang digantung ataupun kliping, informasi- informasi tersebut laris dibaca. Setiap ada tulisan baru di mading, seketika santri  menyerbu dan mengerumuninya untuk membaca. Bahkan, tulisan kliping yang terbit setiap akhir pekan, seringkali ditanyakan agar lekas kembali diperbarui lalu ditempel.

Demikian juga dengan informasi pesantren ke luar, hanya mengandalkan surat yang dikirim ke alamat tujuan, SMS, atau bahkan santri disuruh pulang untuk memberitahu informasi tertentu kepada orangtuanya. Belum ada grup WhatsApp antar Walikelas dengan Walisantri, Instagram pesantren, dan akun-akun media sosial pesantren lainnya.   

Meskipun begitu, komunikasi antar pesantren, santri, dan Walisantri berjalan harmonis. Hal tersebut karena manajemen komunikasi antar pesantren, santri, dan Walisantri saling dipahami dengan baik. Pesantren mampu memberikan informasi jelas dan singkat, santri mampu mengerti, dan Walisantri mampu memahaminya.  Tidak ada Walisantri yang sedikit-sedikit meminta unggah foto kegiatan anaknya di media sosial, yang meminta kabar anaknya setiap hari kepada Walikelas, dan lain sebagainya. Semua saling memahami tanpa harus dihubungkan dengan media.

Akan tetapi saat ini, di saat perkembangan era digital yang tidak bisa dipungkiri, komunikasi pesantren menghadapi banyak tantangan, terlebih disaat memiliki banyak akun media sosial. Komunikasi antar pesantren, santri, dan Walisantri, berkembang dan menjadi mudah karena adanya media sosial. Sehingga, komunikasi saat ini bukan hanya soal bagaimana menyampaikan informasi, jauh lebih dalamnya soal konten dan kemampuan sumber daya yang harus dimiliki.

Diawali dengan kemampuan sumber daya, pesantren setidaknya memiliki tim sumber daya terlatih dalam pengelolaan digital public relations dan content creative. Digital public relations dipahami agar informasi yang disampaikan antar pesantren dan publik, khususnya Walisantri, dapat dipahami dan berjalan dengan baik. Lebih kurang terdapat tiga kebutuhan publik yang harus dipahami, yaitu informasi pelayanan yang diharapkan, produk/jasa  yang sesuai dengan imbal yang dipertukarkan, juga kejelasan informasi dan/atau akses komunikasi ketika berinteraksi dengan pesantren.

Lebih detailnya, pesantren setidaknya harus mampu menjawab beberapa pertanyaan publik sebelum ditanyakan oleh publik.   

Selanjutnya yaitu kemampuan content creative. Di media sosial, foto dan video menjadi tolak ukur penilaian publik. Maka dari itu, foto dan video yang diunggah, kepsyen yang digunakan, serta apapun yang diunggah, harus sesuai dengan visi dan misi pesantren. Sehingga, tidak menghilangkan nilai-nilai khas pesantren.

Kedua kemampuan di atas, seyogyanya dipahami mengingat media sosial saat ini menjadi muka dari suatu institusi, termasuk pesantren. Berkembangnya teknologi digital, mau tidak mau menuntut berbagai institusi untuk berkembang menyesuaikan. Maka dari itu, pengelolaan digital public relations dan content creative, akan meningkatkan persepsi positif yang berimplikasi pada partisipasi dan dukungan publik terhadap pesantren, hingga menghadirkan kredibilitas pesantren sebagai institusi yang profesional dan berorientasi pada santri dan publik.[]

 *Penulis adalah alumni angkatan VIII Ponpes Condong.

Mahasiswa Master Ilmu Komunikasi Media dan Masyarakat Digital

Pascasarjana Universitas Jenderal Soedirman

 

Dunia Islam / Nasional    Dibaca 2.365x


Artikel Lainnya


Beri Komentar

  • TENTANG KAMI

    Majalah condong online seputar berita dan artikel tentang kajian/dunia islam, tips & inspiration, family, event, radio online, dll.

  • CONDONG-ONLINE.COM

  • Pengunjung Website