Menyoal Wacana Full Day School di Indonesia
Oleh :
Agus Riyadi & Muhammad Nauval Fajar*
Slogan “ganti menteri ganti kebijakan” sudah menjadi suatu perbincangan hangat yang terjadi di masyarakat dewasa ini. Hal ini terjadi seiring dengan adanya reshuffle kabinet kerja Jilid II yang mengganti beberapa menteri, salah satunya adalah Anies Baswedan yang sebelumnya menjabat sebagai menteri pendidikan dasar dan menengah, harus rela posisinya diisi oleh Muhadjir Effendy. Selang beberapa minggu menjabat, mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini mengemukakan satu ide yang mengundang beragam respon dari masyarakat. Ide tersebut adalah penerapan sistem Full Day School bagi sekolah di seluruh Indonesia. Ide yang digagas Menteri Muhadjir bukan tanpa alasan, beliau beralasan sistem ini dinilai tepat untuk pembentukan karakter dan memproteksi peserta didik dari kenakalan remaja yang terjadi sepulang sekolah. Singkatnya, slogan tersebut bukanlah hanya sekedar slogan melainkan nyata adanya.
Wacana Full Day School ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Di sebagian kalangan menyatakan setuju jika Full Day School diterapkan dengan alasan sependapat dengan Pak Menteri sekaligus mereka yang memiliki kesibukan begitu padat merasa diuntungkan karena tidak perlu lagi khawatir anaknya akan terlibat kenakalan remaja. Di lain pihak menyatakan tidak setuju, melihat dari kondisi peserta didik yang akan kelelahan dan stres setelah mengikuti pelajaran sehari penuh di sekolah. “Sampai siang saja sudah capek, apa lagi kalau ditambah sampai sore.” begitu ujar sebagian orang tua siswa menanggapi hal ini. Meskipun begitu, sampai saat tulisan ini ditulis, telah ditunjuk 500 hingga 1500 sekolah sebagai sekolah percontohan bagi penerapan Full Day School.
Terlepas dari itu, perlu diketahui bahwasannya terdapat hal-hal yang lebih penting dari wacana full day school dan perlu diperhatikan secara serius, diantaranya adalah 1) Desekularisasi kurikulum, 2) Optimalisasi profesionalisme dan peran guru dan 3) Pemerataan sarana dan prasarana sekolah. Ketiga faktor tersebut pada hakikatnya sangatlah penting untuk diperhatikan oleh pemerintah karena itu semua merupakan indikator nyata untuk menjadikan pendidikan Indonesia yang berkualitas dan bermartabat.
Pertama, Desekularisasi Kurikulum. Jika tujuan implementasi full days school ini adalah untuk meminimalisir dekadensi moral yang terjadi pada remaja dewasa ini, maka kita harus mengkaji sejauh mana efektivitas kurikulum yang diterapkan. Kurikulum pendidikan di Indonesia sudah terhegemoni ideologi sekularisasi barat, sehingga memberikan indikasi negatif kepada peserta didik. Jika kurikulum nya masih sekuler, maka peserta didik tetap saja mengalami krisis akhlak "lost of adab" karena tidak melekat didalam dirinya rasa diawasi Allah. Ketika kurikulum pendidikan Islam menjadi pegangan, maka tidak perlu adanya tambahan jam pelajaran karena secara tidak langsung peserta didik akan sadar akan belajar, beribadah, menuntut ilmu bahkan hari-harinya merasa terawasi Allah sehingga tidak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Singkatnya, perlu adanya desekularisasi kurikulum pendidikan yang terjadi di Indonesia.
Kedua, Optimalisasi Profesionalisme Guru. Jika wacana full days school di implementasikan, maka secara otomatis Guru perlu mengkondisikan diri untuk siap mengajar selama satu hari penuh dengan pengawasan penuh kepada peserta didik. Karena perlu diingat kekerasan terhadap anak bisa saja terjadi di sekolah, dan jika dalam satu hari penuh guru tidak siap serta kurang dalam hal pengawasan, maka kekerasan terhadap anak berpeluang besar terjadi. Peserta didik bisa berkonsentrasi atau malah merasa jenuh tergantung kepada bagaimana guru menjadikan kondisi sekolah dan kelas yang nyaman, ramah anak, dan menyenangkan bagi peserta didik. Peserta didik tidak akan jenuh, apabila sekolah menjadi tempat yang nyaman bagi mereka. Itu semua tak lepas dari peran besar dari para guru yang ada di sekolah tersebut.
Ketiga, Pemerataan Sarana dan Prasarana Sekolah. Sarana merupakan salah satu penunjang yang harus diperhatikan jika sistim ini benar-benar hendak diterapkan. Pelaksanaan kokurikuler dan ekstrakurikuler sebagai tambahan kegiatan dalam Full Day School adalah salah satu alasan kenapa sarana perlu dipenuhi secara serius. Kegiatan tambahan ini dapat berupa kegiatan olahraga, seni, dan yang lainnya. Jika sarana tidak dilengkapi maka kegiatan ini tidak dapat berjalan. Maka pemerintah pusat harus mengadakan pemerataan sarana prasarana sekolah yang ada di Indonesia termasuk sekolah sekolah terpencil dan terisolir.
Jika kita telaah lebih dalam lagi, maka sebenarnya kita tidak perlu merasa aneh dalam menanggapi masalah ini. Karena Full Day School sendiri bukanlah hal baru di Indonesia. Sekolah Islam Terpadu telah menerapkan hal ini, dan sekolah-sekolah swasta juga telah lama menerapkan sistem ini. Tetapi, penting untuk diketahui, mereka menjalankan sistem ini dengan kesiapan yang matang dari segala aspek. Mereka dapat memenuhi kualitas sarana, serta guru yang direkrut pun adalah guru yang benar-benar matang. Kurikulum pun sudah ditata dengan baik, seperti kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan, keolahragaan, literasi, program tahfidz al-Qur’an dan Tahsinnya. Itu semua menjadi ciri khas program Sekolah Islam Terpadu. Mereka juga menerapkan sholat Dhuha dan sholat berjama’ah sebagai pembinaan bagi peserta didik.
Nah sekarang, pertanyaannya, apakah harus Full Day Program? Semua kembali kepada sekolah masing-masing. Jika sudah merasa siap dengan Full Day, silahkan terapkan. Tetapi menurut hemat penulis, daripada harus membuat program baru, mengapa tidak membenahi yang sudah ada? Membenahi perangkat yang sudah jelas-jelas sangat berpegaruh bagi pendidikan, daripada harus menerapkan Full Day lebih baik "Full Quality". Artinya design kurikulum yang full quality, profesionalisme guru dengan full quality dan sarana prasarana yang full quality juga. Alhasil, akan terwujud "The Best Quality" untuk pendidikan yang ada di Indonesia. Wallahu A’lam Bisshawab
*PKU Universitas Darussalam Gontor Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo
Artikel Lainnya
-
Dubes Sebut Larangan Muslim Masuk AS Bersifat Sementara
03/02/2017 | Internasional -
10 Fakta Aksi Super Damai 212
03/12/2016 | Nasional -
Kerukunan Antar Umat Beragama
11/01/2017 | Nasional -
Peserta Aksi 112: Ikhlas demi Umat Islam dan Ulama
11/02/2017 | Nasional -
Ciri-ciri Masyarakat Madani
23/01/2017 | Nasional