Refleksi Fenomena Ibu Kota
Ilustrasi : UNJkitafoto.com
Oleh: Agus Riyadi, S.Pd.I*
Aksi Bela Islam 411 dan 212 menjadi begitu fenomenal, bahkan mendunia. Tak kurang dari jutaan umat turun ke jalan menyuarakan aspirasi. Umat bersatu menunjukkan eksistensi dan kekuatannya. Menyatakan pembelaan terhadap Al Qur’an, kitab yang mulia. Mereka yang selama ini tertidur pulas, yang selama ini abai dengan agamanya, sontak sadar secara berjama’ah. Karena ulah seorang gubernur nashrani yang terpeleset lidahnya hingga melecehkan Al Qur’an, umat Islam bagai singa yang diganggu istirahat panjangnya. Mereka mengaum marah dan merasa terhina.
Pasca 212, umat sadar bahwa ada Al Maidah 51 di dalam Al Qur an. Tiba-tiba mereka panik. Ada seorang nashrani bahkan “lebih memahami” Al Maidah 51 dari umat Islam sendiri. Bagai Hamzah yang tercerabut emosinya ketika mendengar keponakan tersayangnya dihina oleh Abu Jahal gembong kafir Quraisy. Yang hari itu sepulang dari melakukan hobinya berburu binatang, Hamzah bin Abdul Muthalib mendapat laporan dari budak wanitanya. Tentang kejadian yang menimpa keponakannya, Muhammad bin Abdullah.
Terdapat beberapa refleksi yang bisa kita ambil dari fenomena 212 di ibu kota diantaranya:
Pertama, Persatuan berasaskan aqidah. Memang sepantasnya ummat Islam itu bersatu menegakkan kalimat Allah, mentradisikan Sunnah nabi dan membangun kembali peradaban Islam dunia. Jika ummat Islam bersatu membangun dan memurnikan aqidah Islamiyyah, maka yang terjadi adalah keberkahan, keikhlasan dan keuntungan yang setinggi-tingginya. Sehingga terwujud baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Tibalah saatnya ummat Islam bersatu menghindari perpecahan, karena dengan persatuan akan muncul kemenangan. "Wa`tasimu bihablillahi jamian wala tafarraqu.."
Kedua, Penanaman toleransi. Toleransi yang ada pada aksi 212 sungguh sangat dahsyat, dimana dari berbagai suku, ras, golongan, bahkan agamapun bersatu. Saling menghormati, menghargai, menjaga kebersihan dll. Begitu indah dunia ini. Berbeda dengan toleransi yang selama ini dikembangkan di Indonesia adalah toleransi perspektif barat, mereka mencoba menanamkan aqidah yang melenceng dengan dalih mengatasnamakan toleransi. Implikasi dari toleransi tersebut muncul the equality dalam berbagai segi. Misalnya, dari segi sosial muncul faham sosialisme, dari segi feminis timbul equality of gender atau gender equality, dari segi agama muncul pluralisme agama, dalam dunia pendidikan berubah menjadi pendidikan multikulturalisme, dari segi ekonomipun muncul ekonomi liberal dan lain sebagainya. Ini semua hasil dari toleransi yang salah dan Islam tidak mengajarkannya.
Ketiga, Berjihad meninggikan Kalimatillah. Dengan aksi damai di ibu kota ummat Islam seharusnya semakin akan kecintaan kepada Allah. Jika kita mengambil hikmah dari fenomena tersebut, maka sejatinya Islam adalah agama yang paling benar. Beribu ribu orang datang dari penjuru Nusantara tak lain hanya tertanam didalam lubuk hati nya untuk menegakkan kalimat Allah yang suci ini. Ummat muslim seharusnya tidak ridho jika aqidahnya di injak-injak oleh orang kafir. Dari berbagai kalangan, entah pake sepeda, motor, mobil pribadi, bus bahkan ada juga yang berjalan kaki dari Ciamis ke Jakarta demi membela Islam meninggikan kalimatillah, Subhanallah.
Keempat, Mencintai Al Qur`an. Al Qur`an adalah pedoman hidup ummat Islam. Jika Al Qur`an diselewengkan, dilecehkan bahkan dinistakan, maka sejatinya ini sudah melecehkan seluruh ummat Islam. Sehingga pantas saja seorang muslim yang baik menolak orang kafir yang ingin menjadi pemimpin dikarenakan menistakan pedoman hidupnya.
Dari fenomena ini juga banyak hikmah yang bisa diambil yaitu semakin banyak orang yang mengkaji, mendalami bahkan lbh aflikatifnya mengamalkan ayat-ayat Al Qur`an. Di sana sini kajian tentang Al Qur`an diselenggarakan. Berapa lama para kiyai, ustadz berceramah akan pentingnya kajian tafsir, pentingnya mencintai Al Qur`an kalau hanya mengandalkan dakwah. Tetapi dengan fenomena 212 terbersit di dalam hati seorang muslim untuk mendalami dan mencintai Al Qur`an.
Kelima, Berbangga dengan Islam. Aksi 212 mengajarkan kita untuk berbangga dengan Islam, "attafakhur bil Islam" dari sini kita tahu Islam adalah agama yang paling rasional, segala bentuk aktifitas kehidupan, ekonomi, sosial, budaya, agama, individu maupun kelompok, ras, suku dll semua sudah ada pedomannya. Semua diatur secara tertib dalam bentuk Syariah Islamiyyah. Berbanggalah dengan Islam karena tidak ada lagi agama yang tampak eksistensi kebenarannya selain Islam. "Inna diina indallahi Islam"
Setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru dan setiap kejadian adalah pelajaran. Alangkah baiknya jikalau kita mengambil hikmah dari kejadian ini untuk dijadikan pelajaran. Karena belajar sejatinya adalah ibadah, mengajarkannya adalah sedekah, mengamalkannya adalah hikmah dan mengulang-ulangnya adalah dzikir dan muhasabah.
*Kampus Pusat Universitas Darussalam Gontor Ponorogo
Artikel Lainnya
-
Ciri-ciri Masyarakat Madani
23/01/2017 | Nasional -
FUI Siapkan 250 Ribu Boks Makanan untuk Massa Aksi 112
11/02/2017 | Nasional -
Menyoal Wacana Full Day School di Indonesia
25/01/2017 | Nasional -
Aksi "Today I am a Muslim Too" di New York
10/02/2017 | Internasional -
Kerukunan Antar Umat Beragama
11/01/2017 | Nasional