Kepemimpinan
Oleh: Agus Riyadi, S.Pd.I (Program Pascasarjana UNIDA Gontor Pondok Modern Darussalam Gontor)
Terdapat berbagai definisi pemimpin yang sering dipakai di dalam kehidupan sehari-hari. Jika merujuk pada ayat-ayat yang berbicara tentang larangan memilih pemimpin kafir atau non Muslim, kata pemimpin yang digunakan dalam ayat-ayat tersebut merujuk pada pengertian seseorang yang memegang dan menguasai suatu wilayah kaum Muslimin. Dengan kata lain pemimpin yang dimaksud di sini bermakna pemimpin yang kekuasaannya bersifat kewilayahan dan memiliki wewenang penuh atas wilayah kaum Muslimin secara penuh.
Jika di deskripsikan lebih dalam, maka definisi pemimpin dapat diartikan seseorang yang memiliki kewengan yang sangat besar dalam menentukan arah dan kebijakan strategis yang berimplikasi besar bagi kehidupan kaum Muslimin di suatu wilayah tertentu. Karena itu, wilayah-wilayah yang dikuasai oleh mayoritas non Muslim tidak masuk dalam pengertian atau definisi ini. Selain itu, sifat kewilayahan ini juga bermakna bahwa boleh memilih non Muslim dalam aspek-aspek yang tidak menguasai wilayah kaum Muslimin atau tidak menguasai dan menyangkut urusan yang sangat besar dampaknya dan strategis bagi ummat Islam.
Kepemimpinan merupakan aspek yang dianggap sangat penting dalam tradisi keilmuan Islam.
Hal ini bisa dilihat dari begitu banyaknya ayat dan hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam yang membahas tentang ini. Salah satu penyebabnya, kepemimpinan mempunyai urgensi, afiliasi dan implikasi tinggi terhadap kehidupan suatu masyarakat.
Dalam ajaran Islam, segala bentuk problematika kehidupan ummat manusia telah diatur secara eksplisit dan mendetail. Sebagai contoh adalah aturan (syariat) tentang bagaimana tata cara beribadah, bekerja, berdoa, dan belajar yang baik. Demikian juga tata krama (‘adab) kepada ulama, guru, orang tua, teman dan seterusnya. Semuanya telah tertata rapi.
Jika masalah yang bersifat individual saja sudah tertata rapi dalam bentuk syariah islamiyah, maka sejatinya sangatlah logis jika dalam persoalan yang lebih besar dan luas dampaknya, Islam juga sangat peduli. Contohnya soal kepemimpinan ini. Karena keberhasilan suatu peradaban ditentukan oleh seorang pemimpin. Majunya suatu negara tergantung seorang pemimpin dalam menjalankan amanat kepemimpinannya.
Salah satu bukti begitu seriusnya Islam memandang kepemimpinan ini. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda di dalam haditsnya: “Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah).
Secara eksplisit hadits ini memberikan gambaran mengenai urgensi memilih pemimpin. Ajaran Islam memperlihatkan bagaimana dalam sebuah kelompok Muslim yang sangat sedikit (kecil) pun, Nabi memerintahkan seorang Muslim agar memilih dan mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin. Sungguh suatu sentimentasi sosial yang perlu diteladani.
Selanjutnya kisah pembaiatan Abu Bakar di Saqifah Bani Saidah sesaat pasca wafatnya Rasulullah adalah bukti lain betapa kepemimpinan menduduki kedudukan yang utama dalam keberagamaan. Saat jasad Nabi yang belum lagi dimakamkan, para sahabat lebih mendahulukan memilih khalifah pengganti Nabi daripada menyelenggarakan jenazah beliau yang agung dan mulia.
Indonesia sebagai negara mayoritas penduduknya beragama Islam sedang mengalami krisis kepemimpinan. Banyak ayat ayat dalam al-Quran menyoal tentang memilih pemimpin non Muslim bagi kaum Muslimin. Al-Quran telah memberikan begitu banyak tuntunan dan petunjuk bagi kaum Muslimin agar tepat dalam memilih figur seorang pemimpin. Al-Quran dengan sangat jelas saat menjelaskan larangan memilih pemimpin non Muslim ini. Bahkan beberapa ayat dijelaskan disertai dengan ancaman yang sangat serius bagi yang melanggarnya.
Para Ulama salaf bersepakat dalam memahami ayat-ayat tersebut juga menunjukkan bahwa ayat-ayat tentang larangan memilih pemimpin non Muslim bagi kaum Muslimin telah menunjukkan derajat mutawattir (disepakati), sehingga tidak muncul perbedaan pendapat (khilafiyah) di kalangan mereka. Jika terdapat beberapa pendapat yang berbeda yang membolehkan memilih pemimpin non Muslim, itu umumnya difatwakan oleh generasi muta’akhirin saat ini, bukan dari kalangan ulama salaf. Karena itu, pemahaman demikian biasanya hanya dipandang sebagai pemahaman yang nyeleneh (syadz) di kalangan para ulama ahli fiqh, bahkan batil.
Dewasa ini sejatinya kita mendambakan pemimpin pemimpin masa depan yang tidak hanya berkarakter baik, tetapi ia juga berakhlak baik. Karena tidak semua pemimpin yang berakhlak ia berakhlak, tetapi setiap pemimpin yang berkarakter pasti ia berakhlak. Singkatnya perbedaan pemimpin berkarakter dan berakhlak terletak pada Iman nya kepada Allah SWT.
Simpulnya, persoalan memilih pemimpin merupakan salah satu persoalan yang dipandang urgens dalam perspektif Islam. Karena memilih pemimpin itu tidak hanya mencakup dimensi sosial (duniawi), lebih dari itu juga memiliki dimensi akidah (ukhrowi). Karenanya, tidak selayaknya seorang Muslim masih menggunakan dasar dan acuan lain selain yang telah jelas dan tegas disebutkan dalam kitab sucinya al-Quran, jika mereka benar-benar mengaku orang yang beriman.
Wallahu ‘Alam Bisshawab
Artikel Lainnya
-
Kemerdekaan dalam Perspektif Islam (Part 2 Habis)
18/08/2017 | Nasional -
Islam di Xianjiang: Muslim Uighur dan Hati yang Disakiti
03/02/2017 | Internasional -
10 Fakta Aksi Super Damai 212
03/12/2016 | Nasional -
Infiltrasi Sekularisme Terhadap Sistem Politik Indonesia
13/01/2017 | Nasional -
Kemerdekaan dalam Perspektif Islam (Part 1)
18/08/2017 | Nasional