Aksentuasi Total Education System dalam Kurikulum Pesantren
Potret santri dan Ustadz di Pesantren Condong (Foto: Condong Online)
CONDONG-ONLINE.COM – Pada hakikatnya pendidikan merupakan suatu proses belajar sepanjang hayat (long life education). Di mana seorang manusia mendapatkannya sejak dalam buaian sampai akhir hayatnya. Betapa besar urgensi pendidikan dalam kehidupan seorang manusia, dengan pendidikan inilah manusia menjadi makhluk yang paripurna. Dalam teorinya, pendidikan merupakan sebuah pengaruh yang terukur dari berbagai macam pengaruh-pengaruh yang didesain secara ilmiah oleh para pakar untuk menumbuhkan pertumbuhan peserta didik secara emosional (tarbiyah jismiyah), intelektual (tarbiyah ‘aqliyah) dan spiritual (tarbiyah khuluqiyah). Salah satu penunjang keberhasilan sebuah pendidikan adalah kurikulum yang digunakan didalamnya.
Kurikulum menggambarkan kegiatan proses belajar mengajar dalam suatu lembaga kependidikan tidak hanya dijabarkan serangkai ilmu pengetahuan yang harus diajarkan pendidik kepada anak didik, dan anak didik mempelajarinya. Tetapi juga segala kegiatan yang bersifat kependidikan yang dipandang perlu, karena mempunyai pengaruh terhadap anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Pengaruh tersebut bisa berupa maklumat atau ilmu pengetahuan, khibraat atau pengalaman ataupun qiyamutarbiyah atau penanaman nilai-nilai pendidikan yang diterima semua siswa. Itulah sejatinya hakikat dari kurikulum dewasa ini.
Pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe- dan akhiran an, berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja mengatakan pesantren berasal dari kata santri dimana seseorang yang belajar agama Islam. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, dimana para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum, bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat dimana. Singkatnya pesantren adalah Lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama, kyai sebagai sentral figurnya, dan masjid sebagai titik pusat yang menjiwainya.
Desain kurikulum di Pondok Pesantren sejatinya berorientasi pada siswa atau student oriented bukan hanya pada mata pelajaran atau subject matter oriented. Dalam hal ini diperlukan keterampilan seorang guru dalam memberdayakan potensi siswa. Tugas utamanya yaitu mengembangkan potensi secara maksimal dimana siswa menjadi pusat pembelajaran baik secara akademik maupun non akademik. Dengan konsep ini diharapkan peserta didik bias menghadapi tantangan zaman dan bekal sebanyak-banyaknya untuk menerobos dan menghadang berbagai tantangan.
Tidaklah sembarangan orang bisa menyusun kurikulum dengan baik. Karena esensi kurikulum tersebut sangat mempengaruhi secara signifikan terhadap capaian pembelajaran lulusan yang dihasilkan. Jika kurikulum yang disusun sangat integrative, maka sejatinya pondok pesantren akan menghasilkan generasi yang berbudi tinggi (al-Akhlaq al-Karimah), berbadan sehat (al-Jismu al-Salim), berpengetahuan luas (al-Tsaqofah al-Wasi’ah) dan berfikiran bebas (al-Afkar al-Munfatihah). Demi tercapainya tujuan tersebut dibutuhkan sebuah sistem pendidikan yang digunakan.
Kegiatan Belajar Mengajar di Pesantren Condong (Foto: Condong Online)
Sistem pendidikan yang digunakan di Pondok Pesantren sangatlah totalitas. Dalam perguruan tinggi lebih dikenal dengan Total Education System. Yaitu proses keseimbangan antara Pertama, Olah Fikir. Dalam olah fikir ini siswa diharapkan untuk bisa mengasah kemampuan intelektualnya dengan baik melalui kegiatan-kegiatan yang mendukung seperti lomba cerdas cermat di tingkat dasar dan menengah atau kajian-kajian ilmiah, seminar, bedah buku, debat ditingkat perguruan tinggi. Sehingga tercipta siswa yang mempunyai intelektualitas tinggi.
Kedua, Olah Dzikir. Dalam olah dzikir ini siswa atau santri diharapkan untuk bisa mengasah kemampuan spiritualnya dengan baik melalui kegiatan-kegiatan yang mendukung seperti pembiasaan shalat dhuha, shalat berjama’ah, puasa senin kamis, tahfidz al-Qur’an, Hafalan al-Mat Surat, doa sehari-hari dan lain sebagainya baik di tingkat dasar dan menengah sampai ditingkat perguruan tinggi. Sehingga tercipta siswa yang tidak hanya mempunyai intelektualitas tinggi, melainkan spiritualitas tinggi juga.
Ketiga, Olahraga. Dalam hal ini siswa atau santri diharapkan untuk bisa mengembangkan kemampuan emosional tubuhnya dengan baik melalui kegiatan-kegiatan yang mendukung seperti lari pagi, senam bersama, kegiatan olah tubuh atau olahraga lainnya seperti sepak bola, basket, futsal, tenis meja, memanah, renang (shibahah), bulu tangkis, voley ball, dan lain sebagainya baik di tingkat dasar dan menengah sampai tingkat perguruan tinggi sesuai dengan minat, bakat dan potensi yang dimiliki siswa. Sehingga dengan seperti ini akan tercipta siswa yang berbadan sehat dan kuat. Karena Allah lebih menyukai mukmin yang kuat (sehat) daripada mukmin yang lemah.
Keempat, Olah Rasa. Selain olah fikir, dzkir dan olahraga, ternyata santri sangat membutuhkan keseimbangan olah rasa. Dengan ini diharapkan untuk bisa mengembangkan kemampuan emosional rasanya dengan baik sehingga bisa peka terhadap segala sesuatu yang menimpanya. Olah rasa ini bisa dikembangkan melalui berbagai kegiatan yang mendukung seperti melukis, membuat kaligrafi, khat dan kegiatan seni lainnya seperti seni music dengan nasyidnya, seni suara dengan shalawatnya dan lain sebagainya baik di tingkat dasar dan menengah sampai tingkat perguruan tinggi tentu saja seperti olahraga sesuai dengan minat, bakat dan potensi yang dimiliki siswa. Sehingga dengan pengembangan olah rasa ini ini bisa menyeimbangkan seluruh olah yang dimiliki oleh siswa. Sehingga output yang dihasilkan adalah seorang generasi ataupun pemimpin masa depan yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berfikiran bebas.
Capaian pembelajaran lulusan yang diharapkan diatas, seperti berbudi tinggi dapat dikembangkan dengan olah dzikir, berbadan sehat dengan olahraga dan berpengetahuan luas dengan olah fikir dan pengembangan bahasa internasional yaitu bahasa arab dan inggris, dengan peningkatan penguasaan kosa kata sehingga siswa bisa menguasai keterpaduan keilmuan baik umum maupun agama. Sedangkan berfikiran bebas yaitu bebas menentukan pilihan hidup atau profesi/pekerjaan setelah selesai menempuh jenjang pendidikan sesuai dengan olah rasa yang ia miliki.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwasannya kurikulum merupakan jantung dari sistem pembelajaran yang ada di suatu institusi. Penetapan dan pengembangan kurikum mempunyai urgensi yang sangat penting sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan yang dijalankan. Total Education System dalam kurikulum pesantren mengintegrasikan pola dan sistem pendidikan yang ada sehingga membentuk kesatuan yang utuh. Bertujuan membentuk generasi yang mempunyai intelektualitas dan emosional tinggi juga moralitas dan spiritualitas tinggi.
Dalam konsepnya, Total Education System menyeimbangkan antara olah fikir, olah dzikir, olah raga dan olah rasa santri yang semestinya perlu adanya aksentuasi atau penekanan serta perlu diprioritaskan oleh para ahli pendidikan termasuk pemerintah sehingga akan ada sinergi bersama yaitu menghasilkan generasi yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berpikiran bebas dengan metode pendidikan yang diterapkan di pesantren seperti pengarahan, pelatihan, penugasan, pembiasaan, pengawalan dan keteladan atau uswah hasanah dari semua stakeholder yang ada. Wallahu A’lam bisshawab. (AKA)
Artikel Lainnya
-
Kepemimpinan
06/01/2017 | Nasional -
ITB- STIABI Riyadlul Ulum: Model Perguruan Tinggi Bersistem Pesantren
28/07/2023 | Nasional -
Membendung Faham Sekularisme
05/01/2017 | Nasional -
Aa Gym di ILC: Kami Bergerak, Karena Kami Beriman
11/11/2016 | Nasional -
Kemerdekaan dalam Perspektif Islam (Part 1)
18/08/2017 | Nasional