Situ Cangkuang Menjadi Destinasi Para Santri Condong
Kunjungan ke Candi Cangkuang dan Makam Mbah Dalem Eyang Arif Muhammad
Wisata Situ Cangkuang merupakan Situs Cagar Budaya dan tempat wisata yang di dalamnya terdapat Candi dan Makam Mbah Dalem Eyang Arif Muhammad. Santri Condong selalu melakukan kegiatan tour setiap minggunya ke Desa Cangkuang tersebut. Kegiatan ini menjadi kegiatan rutin yang diadakan Oleh CTT (Condong Tour and Travel). CTT ini di bawah naungan unit usaha pondok yang bergerak di bidang travel.
Situ Cangkuang menjadi objek wisata favorit oleh santri karena di dalamnya terdapat sejarah mengenai Candi Cangkuang yang merupakan bekas peninggalan kerajaan Hindu di abad ke-8, dan peninggalan Agama Islam di abad ke-17. Di samping candi terdapat Makam Mbah Dalem Eyang Arif Muhammad yang merupakan dulunya seorang panglima dari kerajaan Sultan Agung, jadi Arif Muhammad ini disuruh menyerang tentara belanda di Batavia, namun penyerangan itu gagal, sehingga ia takut kena hukuman dari Sultan Agung, akhirnya beliau pergi ke Garut dan menetap sambil menyebarkan Agama Islam, yang sebelumnya masyarakat Cangkuang sudah menganut Agama Hindu.
Disisi lain, para santri bisa menikmati wisata air atau situ dengan sarana tradisional yaitu rakit untuk menyebrangi ke situs Candi Cangkuang dan Kampung Adat Pulo. Nah kampung Pulo ini merupakan kampung adat yang berada di tengah-tengah pulau, terdiri dari enam bangunan rumah dan satu mushola. Keenam rumah tersebut melambangkan keenam anak perempuan dari eyang Arif Muhammad, dan satu Mushola yang melambangkan anak laki-lakinya. Komplek rumah Adat kampung pulo ini dari abad 17 sampai sekarang harus tetap tujuh bangunan pokok dan enam kepala keluarga. Generasi yang sekarang merupakan generasi yang ke kedelapan, kesembilan dan kesepuluh.
Jumlah penduduknya sekarang yang tinggal 22 orang, 11 laki-laki dan 11 perempuan, karena dikomplek rumah adat kampung Pulo disini tidak boleh menambah bangunan pokok dan menambah kepala keluarga. Misalnya anaknya menikah, maka 2 minggu setelah menikah harus keluar, kecuali orangtuanya sudah meninggal, maka bisa kembali lagi untuk mengisi kekosongan, namun yang harus menerima waris adalah ketururan anak perempuan bukan dari laki-laki. Karena yang melanjutkan jejak perjuangan adalah anak perempuan, satu-satunya anak laki-laki Arif Muhammad meninggal ketika mau di sunat.
Nama Cangkuang sendiri diambil dari nama desa dan pohon cangkuang yang berada disekitar Candi, yang menyerupai tanaman pandan dalam bahasa latin Pandanus Furcatus. Daun cangkuang ini dulu digunakan sebagai pembungkus gula aren, tikar, dan tudung. Adapun buahnya bisa digunakan sebagai obat batuk, disentri, pencahar dan antioksidan.
Besar kampung Pulo ini 7,5 Hektar, sedangkan Danau Cangkuang memiliki besar 25 Hektar.
Ada larangan-larangan dikampung Adat Pulo yaitu:
Pertama, tidak boleh membuat rumah beratap jure.
Kedua, tidak boleh menabuh Gong dari perunggu.
Ketiga, tidak boleh memelihara hewan besar berkaki empat.
Keempat, tidak boleh menambah bangunan pokok dan kepala keluarga.
Kelima, tidak boleh berziarah kemakam keramat Cangkuang pada malam rabu dan hari rabu.
Dari kelima larangan yang ada, masyarakat di Kampung Pulo ini sangat patuh terhadap adat istiadat yang ada. Jika melihat dari adanya perubahan globalisasi masyarakat di Kampung Pulo tetap menjalankan adat istiadat dengan terus menanamkan nilai-nilai kepada para generasi agar tetap menjaga kelestarian adat istiadat di Kampung pulo ini. (Faisal)
Narasumber: Bapak Umar, sekaligus Kuncen Candi Cangkuang
Bersama Kuncen Candi Cangkuang
Artikel Lainnya
-
Mengapa Hati Selalu Gelisah?
25/01/2017 | Motivasi -
Pendidikan Akhlak Refleksi Idul Adha
01/09/2017 | Motivasi -
Pesan dan Nasihat Pimpinan Gontor, Drs. KH. Akrim Mariyat, Dipl.A.Ed. Saat Bersilaturahmi ke Pesantren Condong
22/06/2021 | Motivasi -
Menyingkap Tabir Hidayah Bagian 1
28/11/2016 | Motivasi -
Manfaat Gerakan Sholat bagi Kesehatan Tubuh
29/10/2016 | Kesehatan