Refleksi Kepemimpinan Islam dalam Menangani Wabah
Cara menangani wabah pada masa kekhalifahan (gambar: klikmu.co)
Penulis: Rizki Iramdan Fauzi*
CONDONG-ONLINE.COM – Kehadiran pandemi COVID-19 terbukti memaksa manusia untuk berdiam di rumah. Pandemi ini juga membuat semua aktivitas dunia menjadi terbatas. Bahkan sebagian kota menjadi mati karena kuncitara (total lockdown). Faktanya per 15 April 2020, COVID-19 ini telah menginfeksi sekitar1,9 juta penduduk bumi. Hampir dipastikan semua pemerintahan di dunia melakukan langkah-langkah percepatan penanganan pandemi ini dengan berbagai strategi. Sebab pandemi ini tidak mengenal batas negara, teritorial, ras bangsa dan agama.
Pandemi atau wabah yang menyebar secara global dan tak terkendali ini pun tidak hanya terjadi di tahun ini. Sejarah mencatat ada lima pandemi pernah hadir di dunia. Cacar, campak, black death, flu Spanyol dan HIV/AIDS dianggap menjadi pandemi yang telah mematikan sebagian penduduk bumi. Usut punya usut, jangka waktu pandemi ke pandemi itu juga berpola yakni per 100 tahun sekali.
Saya coba menelisik eksistensi manuskrip historis. Lalu timbul ketertarikan saya untuk menautkan pandemi ini dengan dunia Islam. Alhasil saya menemukan beragam fakta unik nan tak terprediksi sebelumnya. Ya, saya heran sekaligus kagum atas fakta sejarah Islam yang seolah tertutup ribuan sahifah peradaban lain. Oleh karena itu dalam tulisan ini saya berusaha untuk menjabarkan singkat mengenai fakta sejarah Islam saat menghadapi wabah, epidemi dan pandemi. Spesifiknya terkait bagaimana kepemimpinan para Khalifah dan sikap masyarakat Islam pada zaman itu dalam menangani sejenis wabah.
Meneropong Sirah
Saat COVID-19 ini merebak ke seluruh dunia, tak terkecuali dunia Islam. Hadir pula beragam kajian Islam yang mengajak muslim tuk berkontemplasi. Sirah yang beken, tak lekang oleh waktu yang digaungkan para penceramah adalah kisah kejeniusan ‘Amr Bin ‘Ash saat menangani Tha’un. Tidak akan menyentuh diskursus para ulama tentang istilah Tha’un, tulisan ini hanya sedikit merefleksikan Sirahnya.
Kisah Tha’un atau penyakit yang mewabah ini pernah terjadi pada Zaman Rasulullah SAW. Sejarah Islam mencatat hampir 25 ribu muslimin wafat akibat wabah tersebut. Lalu wabah tersebut muncul kembali saat Khalifah Umar bin Khattab beserta sahabat ketika akan memasuki negeri Syam. Tepatnya wabah ini terjadi di tempat bernama Amwas sehingga dikenal dengan Tha’un Amwas. Kebijakan khalifah pada saat itu bisa dijadikan teladan dan benchmark protokol penanganan wabah di masa kini. Terlihat dalam kisah ketika Khalifah Umar mendengar berbagai pendapat para Sahabatnya. Meski sempat bersilang argumen antar para sahabat yang salah satu isinya tentang “lari dan menuju takdir Allah. Akhirnya dia memutuskan untuk mengikuti langkah Rasulullah SAW untuk melakukan karantina ketika wabah melanda. Hal ini didasarkan dari hadits sebagai berikut:
“Jika kalian mendengar suatu negeri dilanda wabah, maka janganlah kalian memasukinya. Jika wabah itu terjadi di negeri tempat kalian tinggal, maka jangan keluar darinya” (HR. Bukhori Muslim)
Singkat cerita, Tha’un ini semakin meresahkan hingga mewafatkan Abu Ubaidah Bin Jarrah dan Muadz bin Jabal setelah loyal memerangi wabah itu. Disinilah kisah heroik nan jenius kepemimpinan ‘Amr bin ‘Ash menjadi terkemuka. Faktanya, beliau menerapkan kebijakan social distancing atau physical distancing (menjaga jarak). Kebijakan ini diambil setelah analisis mendalam mengenai pola penyebaran wabah yang seperti api membakar. Oleh karena itu, Amr bin ‘Ash memerintahkan rakyatnya untuk berpencar ke gunung-gunung. Selama waktu yang tak ditentukan dan setelah wabah itu berakhir, akhirnya beliau menginstruksikan rakyatnya agar kembali. Hal ini menjadikan kepemimpinan beliau diapresiasi oleh Khalifah Umar dan rakyat Syam sehingga layak untuk diteladani oleh para muslimin.
Ottoman dan Wabah
Kebijakan umum para Sultan Ottoman adalah Tahaffuzhanes dan social distancing. George C. Kohn (1995) mencatat bahwa Ottoman melakukan karantina bagi penderita wabah dan para pengunjung yang diduga terjangkit selama 21 hingga 48 hari. Kohn juga berujar masyarakat ibukota lebih memilih untuk menjaga jarak dan tinggal di pedesaan guna menghindari wabah. Tidak hanya itu, Muhammad Ali, Gubernur Ottoman dari Mesir kerap menerapkan sanitasi ala Eropa ke Masyarakat. Awalnya masyarakat menolak karena gaya hidup yang asing, namun kebijakan ini terbukti berhasil. Faktanya, Mesir terbebas dari wabah selama tiga generasi.
Gambar 1. Tahaffuzhanes (Karantina Ala Ottoman)
Penanganan wabah juga dilakukan secara preventif melalui riset medis terkait wabah. Kebijakan ini dijalankan pada kepemimpinan Sulaiman Al-Qanuni melalui pembukaan Medical School of Suleymaniye. Berkat adanya sekolah ini didirikanlah sejumlah rumah sakit (RS) baik di dalam ibu kota maupun luar ibukota. Seperti ungkapan Joseph Patrick Byrne (2012), Ottoman turut membangun tiga RS di Mekkah untuk para jamaah haji dan penduduk yang terinfeksi wabah.
Kebijakan lain yang dilakukan Ottoman meliputi pendataan medis penduduk yang tewas, dan protokol penguburan orang yang mati. Bahkan teknik variolasi (sejenis vaksinasi) telah diterapkan untuk mencegah cacar di masa itu. Ottoman juga sangat menjamin hidup rakyatnya agar tidak kelaparan melalui distribusi makanan dan membagikan voucher kepada warga miskin. Selain itu, Ottoman pun membuat disinfection house (semacam sterilisasi barang dan pakaian pasien positif).
Gambar 2. Disinfection house Masa Ottoman
Refleksi
Keteladanan atas kepemimpinan Islam di atas perlu kita teladani dan diambil ibrahnya. Mulai dari pemerintah yang harus akomodatif dan sigap dalam melawan wabah. Lalu, masyarakat yang harus taat atas aturan yang dikeluarkan baik dari ‘umara maupun ‘ulama. Kita juga harus menajamkan sisi spiritual, karena sejatinya eksistensi wabah adalah ujian dari Allah sehingga dianjurkan untuk bersabar. Wallahu a’lam.
*) Penulis adalah Alumni Pesantren Condong Angkatan ke-9 dan Alumni Ilmu Politik UI (Universitas Indonesia)
Artikel Lainnya
-
Membangun Peradaban Qur’ani
18/01/2017 | Nasional -
Aksi "Today I am a Muslim Too" di New York
10/02/2017 | Internasional -
FUI Siapkan 250 Ribu Boks Makanan untuk Massa Aksi 112
11/02/2017 | Nasional -
Rupa Peristiwa Di 4 November
11/11/2016 | Nasional -
Oksidentalisme Perspektif Hasan Hanafi
07/01/2017 | Nasional